CERITA MALIKUL ADIL | HiKAYAT ACEH


Di negeri Puspa Indra ada seorang raja yang bernama Malikul Adil. Nama raja tersebut sesuai dengan sikapnya yang adil, bijaksana dan selalu memberi bantuan kepada rakyat.

Raja Malikul Adil mempunyai seorang putra yang bernama Kamarudzaman. Kamarudzaman adalah seorang anak yang baik dan sejak kecil dia menuntut ilmu. Setelah dewasa ia hendak dikawinkan oleh ayahnya, tetapi Kamarudzaman menolak karena ia ingin menuntut ilmu yang lebih tinggi. Setiap kali ayahnya melamar anak raja yang ada di sekitar negerinya selalu ditolak oleh Kamarudzaman. Maka ayahnya sangat marah sehingga Kamarudzaman dipenjarakan dalam istana. Namun demikian Kamarudzaman merelakan dirinya dimasukkan penjara sambil mengatakan pada ayahnya: "Ampun ayahanda!, kehendak ayahanda untuk memenjarakan Ananda akan ananda patuhi dan relakan". Akhirnya tinggallah Kamarudzaman dalam penjara istana yang dijaga oleh seorang pengasuh. Sementara itu dinegeri Aljazair hiduplah seorang putri raja yang bernama Hayatun Nufus yang sejak kecil telah menuntut ilmu. Setelah dia meningkat dewasa maka ayahnya hendak mengawinkannya, tetapi dia juga menolaknya. Setelah mengetahui bahwa anaknya tidak mau dikawinkan lalu dipenjarakannya ia dalam istana. Putri Hayatun Nufus pun mengikuti saja kehandak ayahnya untuk dipenjarakan. Dengan demikian putri Hayatun Nufus bernasib sama dengan Kamarudzaman. Kembali lagi tentang cerita Kamarudzaman. Di tempat Kamarudzaman dipenjarakan ternyata ada jin afrid yang sedang tidur selama enam bulan. Ketika jin itu terbangun terlihatlah olehnya seorang anak raja yang sangat gagah. Menurut anggapannya dia belum pernah melihat anak raja yang segagah itu. "Anak siapakah gerangan," fikirnya. Sementara dia mengagumi anak raja itu lalu dia teringat kepada salah seorang sahabatnya yang berada di negeri Aljazair. Sahabatnya itu juga seorang jin yang bernama Maimunah, dan dia bermaksud akan pergi ke Aljazair untuk mengabarkan kepada Maimunah bahwa dia telah menemukan seorang anak raja" yang gagah perkasa. Kemudian dia pun berangkat ke Aljazair. Sebaliknya, di Aljazair Maimunah pun ketika terbangun juga melihat sebuah istana. Di dalam istana tersebut didapatnya seorang anak raja, seorang putri yang sangat cantik. Dia pun bermaksud akan menyampaikan berita penemuan seorang putri yang sangat cantik itu kepada sahabatnya, jin afrid, di negeri Puspa Indra. Lalu berangkatlah Maimunah ke Puspa Indra, sehingga bertemulah kedua jin tersebut dalam perjalanan di tengah lautan.

    Setelah mereka bertemu maka masing-masing mereka menceritakan tentang maksud keberangkatan mereka, lalu masing-masing memuji kecantikan dan kegagahan anak yang mereka dapati. Jin Afrid memuhi kegagahan anak raja di negeri Puspa Indra, sedangkan Maimunah memuji kecantikan anak raja di negeri Aljazair. Akhirnya untuk membuktikan mana yang lebih gagah dan mana yang lebih cantik di antara kedua anak raja itu maka kedua jin telah sepakat untuk mempertemukan kedua anak raja tersebut. Jin Afrid mengusulkan kepada Maimunah agar Maimunahlah sebaiknya yang akan membawa anak raja di Aljazair ke negeri Puspa Indra, untuk dipertemukan dengan Kamarudzaman. Usul tersebut diterima oleh Maimunah. Maka dibawalah Hayatun Nufus ke Puspa Indra. Di tengah malam buta sampailah Hayatun Nufus di Puspa Indra, lalu dibawa masuk ketempat Kamarudzaman dan ditidurkan di tempat tidur dekat Kamarudzaman. Kemudian Maimunah mengatakan kepada Jin Afrid, "Hai kakakku! Bangunkan Kamarudzaman." Setelah Kamarudzaman terbangun maka dilihatnya ada seorang putri yang cantik sekali di sampingnya sedang tidur nyenyak, lalu dipangkunya sambil dibangunkan. Namun demikian putri Hayatun Nufus tidak juga terbangun. Kamarudzaman terpikir dalam hatinya bahwa putri inilah yang mungkin akan dikawinkan dengan nya oleh ayahnya "Kalau nikah dengan putri ini tentu saya mau," fikirnya. Melihat Kamarudzaman kegila-gilaan kepada Hayatun Nufus, maka Maimunah mengatakan kepada sahabatnya jin Afrid, "Lihatlah! bukankah tuan putri saya yang lebih cantik?" Baiklah. Kalau demikian sekarang kita cobakan menidurkan yang laki-laki dan membangunkan yang perempuan," usul jin Af- ril.

    Setelah itu ditidurkanlah Kamarudzaman dan dibangunkanlah Hayatun Nufus. Sebagaimana halnya Kamarudzaman maka Hayatun Nufus setelah melihat ada seorang anak raja di sampingnya sedang nyenyak tidur lalu dicium-ciumnya dan dipangkunya. Naimun Kamarudzaman tidak juga terbangun. Hal itu tentu telah diatur sedemikian mpa oleh kedua makluk halus tersebut yaitu jin Afrid dan jin Maimunah. Hayatun Nufus berusaha lagi membangunkan Kamarudzaman dengan disertai ucapan-ucapan,"Hai kanda, bangunlah! Ini adikmu sudah datang sedang menunggumu. Kanda adalah pemberian ayah sebagai jodohku, aku pasti mau kalau dikawinkan dengan kanda, karena aku senang padamu." Sungguhpun demikian Kamarudzaman tidak terbangun juga. Setelah lama menunggu tidak juga terbangun, lalu diambil cincin dari jari Hayatun Nufus dan dimasukkan ke jari Kamarudzaman.

    Setelah itu berkatalah jin Afrid, "Apa guna kita bertengkar lagi. Bukankah sudah sama-sama kita saksikan bahwa Kamarudzamanlah yang paling gagah karena tuan putri ternyata sangat tergila-gila kepada Kamarudzaman." Kemudian Hayatun Nufus dibawa pulang lagi oleh Maimunah ke Aljazair. Keesokan harinya, pagi-pagi setelah kejadian itu bangunlah Kamarudzaman dan dilihatnya putri yang dilihatnya tadi malam tidak ada lagi di tempat itu. Ketika datang pengasuh masuk membawa minuman berkatalah Kamarudzaman, "Tanyakanlah kepada ayahanda ke mana dibawanya putri yang pernah datang kemari, dan saya tidak memerlukan lagi minuman." Mendengar hal yang demikian maka terkejutlah pengasuh itu lalu diceritakan hal itu kepada raja. Raja pun sangat terkejut Ketika mendengar laporan dari pengasuh, ialu raja menganggap bahwa anaknya sudah gila. Namun demikian raja ingin menyaksikan sendiri tentang hal anaknya, tetapi beliau sangat kaget ketika anaknya bertanya kepada ayahnya, "Kemana telah ayahanda sembunyikan putri yang tadi malam. Saya mau kawin dengannya." "Hai anakku! Engkau adalah orang yang beriman. Mengucaplah! Tidak ada putri yang ananda ceritakan. Tidak ada yang membawa kemari," kata raja. "Betul ayah. Cincin ini sebagai buktinya," ujar Kamarudza- man lagi. Sungguhpun demikian raja tetap beranggapan bahwa anaknya sudah gila, sehingga telah banyak dukun yang telah dikerahkan untuk mengobatinya. Namun tidak juga membawa hasil. Selanjutnya beralihlah cerita kepada seorang nenek di negeri Aljazair. Nenek itu bersama seorang anak yang bernama Muhammad Nur. Muhammad Nur tersebut telah lama berada di rantau dan telah bekerja pada sebuah kapal. Dia mendapat kepercayaan penuh dari kapten kapal tersebut. Setelah beberapa tahun dia bekerja di kapal maka teringatlah dia kepada ibunya yang sudah tua yang sudah lama ditinggalkan di kampung. Kemudian dia meminta izin kepada kapten kapal untuk pulang ke kampung. Dan setelah memperoleh izin maka pulanglah dia ke kampung. Kebetulan pada waktu ituia(sampai dirumah ternyata ibunya tidak berada di rumah. Lalu dia bertanya kepada tetangga. "Hai kakak! Ke manakah ibu saya?" Tetangganya menjelaskan bahwa ibunya sudah pergi ke rumah raja, setelah itu tetangganya itu pergi memberitahukan kepada ibu Muhammad Nur, bahwa Muhammad Nur sudah pulang dari rantau. Mendengar berita itu alangkah gembira hatinya. Pada saat itu juga ibu Muhammad Nur langsung pulang ke rumahnya untuk menyambut kedatangan anaknya. Setelah melihat ibunya datang bertanyalah Muhammad Nur kepada ibunya. "Dari manakah ibu tadi?"

    "Wahai anakku! Tadi ibu pergi ke rumah raja, karena anaknya putri Hayatun Nufus dalam keadaan sakit berat," jawab ibunya. "Sakit apakah yang dideritanya, Bu," tanya Muhammad Nur. "Dia sekarang seperti orang gila. Setiap hari dia menyebutkan anak raja yang pernah dilihat pada suatu malam. Demikianlah keadaannya sekarang," jawab ibunya. Lalu ibu Muhammad Nur bertanya kepada anaknya, "Sanggupkah kamu mengobatinya? Barangkali kamu sanggup mengobatinya, karena kamu telah lama di rantau." "Mana mungkin, Bu!" jawab Muhammad Nur. Setelah Muhammad Nur sebulan berada di kampung lalu dia minta izin untuk berangkat lagi ke tempat dia bekerja di kapal. Sebagaimana biasa kapal itu selalu berlayar keluar negeri. Pada suatu hari, tenggelamlah kapal itu di tengah lautan. Sedangkan Muhammad Nur dapat menyelamatkan diri dengan sekeping papan. Namun dia terbawa hanyut ke suatu negeri yaitu Puspa Indra dan diselamatkan oleh seorang menteri yang kemudian mengambilnya sebagai anak angkatnya. Selama Muhammad Nur berada di rumah menteri itu hamper setiap hari ayah angkatnya pergi ke rumah raja. Pada suatu hari dia bertanya kepada menteri, "Hai Bapak! Apa sebabnya Bapak hamper setiap hari pergj ke rumah raja?" "Saya setiap hari pergi ke rumah raja karena sekarang raja dalam keadaan sangat. susah. Anaknya sedang sakit berat.

    Hampir setiap hari Kamarudzaman, anak raja tersebut, menyebut dan memanggil nama seorang putri raja" ujar menteri itu. "Mengapa sampai demikian," tanya Muhammad Nur lagi. "Entahlah. Dahulu memang Kamarudzaman mau dikawinkan tetapi dia menolak sehingga raja sangat marah. Lalu Kamarudzaman dipenjarakan oleh ayahnya. Selama dalam penjara itu ia selalu memanggil-manggil nama putri yang menurut pengakuannya pernah diperlihatkan oleh ayahnya kepadanya. Padahal Kamarudzaman di penjarakan justru karena dia menolak untuk dikawinkan. Oleh karena itu dengan keadaan yang demikian wajarlah jika raja menganggap bahwa anaknya sudah gila," demikian penjelasan men teri kepada Muhammad Nur. Setelah mendengar keterangan menteri lalu Muhammad Nur pun bercerita di negerinya pun ada seorang putri raja yang hamper setiap hari juga memanggil-manggil nama seorang anak raja. Putri itu dipenjarakan juga oleh ayahnya karena tidak mau dikawinkan. Jadi halnya hampir sama dengan Kamarudzaman. Bagaimana mungkin bisa terjadi hubungan antara seorang putra raja dengan seorang putri yang kedua kerajaan itu berpisah dengan lautan, jika bukan karena dipertemukan oleh jin, fikir Muhammad Nur. Kemudian Muhammad Nur berkata kepada menteri, "Bolehkah saya pergi ke tempat Kamarudzaman untuk melihat keadaan sakitnya?" "Boleh saja," jawab menteri, "apa lagi kamu telah menjadi anak angkatku, tentu raja mengizinkannya." Lalu berangkatlah menteri ke istana untuk minta izin kepada raja. Setelah mendapat izin maka berangkatlah Muhammad Nur ke istana untuk menjumpai Kamarudzaman. Sesampai di istana berce- ritalah Kamarudzaman tentang hal keadaannya yang telah diobati oleh ayahnya bertahun-tahun. "Padahal saya tidak sakit, saya memang menyebut-nyebut dan terkenang-kenang kepada seorang putri raja yang pernah saya lihat di samping saya. Sedangkan ayah tidak mempercayai hal itu, malah dianggap saya telah gila. Padahal sama sekali tidak gila," kata Kamarudzaman. "Cincin inilah sebagai bukti." Setelah Muhammad Nur melihat cincin itu, terlihatlah singkatan nama Hayatun Nufus pada cincin itu. Lalu berceritalah Muhammad Nur kepada Kamarudzaman, "Hai Tuanku! Di negeri saya juga ada seorang putri yang keadaannya sama dengan Tuanku. Putri itu pun selalu memanggil nama anak raja dan mendesak kepada ayahnya untuk mengawinkannya dengan anak raja tersebut yang menurut pengakuannya pernah dilihat pada suatu malam. Putri itu bernama Hayatun Nufus."Demikianlah keterangan Muhammad Nur kepada Kamarudzaman. Oleh Kamarudzaman langsung dijawab, "Kalau demikian ceritamu maka sekarang saya jadi sembuh. Tolonglah panggil Menteri kemari."

    Kemudian menteri itu pun datang ke tempat Kamarudzaman lalu Kamarudzaman berkata kepada menteri, "Hai menteri! Pergilah kepada ayahanda dan beritahukan bahwa saya telah sembuh berkat pertolongan Muhammad Nur." Ketika raja mendengarnya bahwa anaknya telah sembuh, sangatlah senang hatinya. Muhammad Nur pun disuruh tinggal oleh raja di istana dengan Kamarudzaman. Pada suatu hari Kamarudzaman meminta kepada Muhammad Nur agar Muhammad Nur bersedia membawanya ke Aljazair. "Boleh saja," jawah Muhammad Nur.

    "Bagaimana caranya untuk memperoleh izin dari ayah," tanyaKamarudzaman lagi. "Begini caranya! Beritahukan kepada raja bahwa kita bermaksud untuk berburu ke hutan," kata Muhammad Nur. Ternyata keinginan mereka dikabulkan oleh raja. Maka berangkatlah mereka bersama dengan sejumlah pengiring. Setelah mereka sampai di gunung mereka berusaha untuk memisahkan diri dari rombongan pengawal dan bersembunyi dalam rimba raya. Lalu Muhammad Nur menyarankan kepada Kamarudzaman, "Tuanku, kita sembelih seekor kuda dan kita ambil darahnya lalu kita lu- muri pakaian kita. Nanti pakaian tersebut kita tinggalkan. Dengan demikian pengawal kita akan menganggap kita telah dimakan oleh binatang buas."Setuju Muhammad Nur, lakukanlah," kata Kamarudzaman. Selesai mereka kerjakan apa yang diserukan oleh Muhammad Nur lalu mereka meneruskan perjalanan menyeberangi lautan menuju ke Aljazair. Sampai di Aljazair mereka langsung menuju ke rumah orang tua Muhammad Nur dan sampai di rumah, Muhammad Nur memberitahukan kepada orang tuanya bahwa ia membawa seorang dukun. Orang tua Muhammad Nur sangat gembira mendengar Muhammad Nur membawa seorang dukun yang barang kali sanggup mengobati Hayatun Nufus, "kalau demikian besok pagi kita pergi ke rumah raja" kata ibunya. Sebelum mereka berangkat ke rumah raja mereka pergi berjalan-jalan mengelilingi negeri Aljazair melihat-lihat pemandangan sambil memikirkan bagaimana cara menghadapi raja dan putrinya yang sedang sakit itu. Setelah mereka berjalan-jalan lalu mereka pulang lagi ke rumah. Sampai di rumah berkatalah Kamarudzaman kepada Muhammad Nur. "Biarlah saya sendirian pergi ke istana. Saya telah mengetahui bagaimana cara menghadapi raja." Kemudian berangkatlah Kamarudzaman ke istana. Sampai di istana dia langsung memperkenalkan diri sebagai seorang dukun yang sanggup mengobati Hayatun Nufus. Namun demikian pengawal istana masih menyangsikan, malah menasehati Kamarudzaman, "Wahai anak muda! Jangan cobacoba, nanti kamu akan dibunuh oleh raja. Telah banyak dukun yang terkenal yang dibunuh karena tidak berhasil mengobatinya." "Jangan khawatirkan saya! Saya pasti sanggup mengobatinya." jawab Kamarudzaman. Mendengar jawaban yang demikian lalu Kamarudzaman diantar ke tempat raja. Melihat kedatangannya, berkatalah raja kepada Kamarudzaman, "Datanglah anak muda! Sebaiknya kamu jangan mencoba-coba untuk mengobati anak saya kalau kamu tidak benar-benar mampu." Kemudian Kamarudzaman menjawab, "Daulat Tuanku! Saya datang dari jauh sengaja ingin mengobati tuan putri, karena saya merasa sanggup mengobatinya."Kalau demikian, silakan!" seru raja. Setelah itu Kamarudzaman diantar ke tempat Hayatun Nufus oleh pengawal. Sampai di tempat Hayatun Nufus ia minta air semangkuk kepada pengasuh, lalu Kamarudzaman mengeluarkan cincin yang ada di jarinya dan dimasukkan dalam mangkuk tersebut. Rupanya putri Hayatun Nüfus sempat melihat bahwa cincin tersebut adalah kepunyaannya, sehingga terpikir olehnya bahwa orang tersebut pasti anak raja yang pernah dijumpainya di negeri Puspa Indra. Dengan perasaan yang sangat terharu, Hayatun Nufus berkata, "Mengapa baru sekarang kakanda datang ke sini pada saat-saat saya dalam penderitaan."Saya juga bernasib sama dengan adinda. Baru sekarang saya dapat melaksanakannya, dinda," jawab Kamarudzaman.

    Setelah itu Hayatun Nufus menyuruh pengasuhnya menghadap ayahnya untuk memberitakan bahwa dia telah sembuh. Mendengar berita itu bukan main senang hati raja. Ketika itu juga Hayatun Nufus dinikahkan dengan Kamarudzaman. Perkawinan itu dilaksanakan karena dahulu raja pernah mengatakan bahwa barang siapa yang sanggup mengobati anaknya, maka orang tersebut akan dikawinkan dengan anaknya. Selanjutnya tinggallah Kamarudzaman di istana bersama dengan isterinya Hayatun Nufus.

    Setelah beberapa lama Kamarudzaman tinggal bersama dengan Hayatun Nufus, dia teringat kepada orang tuanya. Maka ia meminta izin kepada raja untuk pulang menjenguk orang tuanya ke negeri Puspa Indra. Setelah mendapat izin berangkatlah ia Bersama isterinya, beserta sejumlah pengawal. Ketika mereka masih dalam perjalanan maka pada suatu malam Kamarudzaman sangat gelisah sehingga tidak bisa tidur semalam-malaman. Lalu dia teringat mengenai surat warisan dari ayah mertuanya. Surat tersebut dicari-carinya tetapi tidak juga didapatinya. Rupanya surat warisan tersebut disimpan oleh isterinya Hayatun Nufus pada ikat pinggangnya lalu diambilnya oleh Kamarudzaman. Ketika Kamarudzaman sedang membuka bungkusan untuk mengambil surat tersebut, datanglah seekor burung lalu disambarnya bungkusan tersebut dan dibawa terbang. Kamarudzaman mencoba mengejar burung tersebut tetapi tidak juga dapat menangkapnya, walau pun dia sudah jauh sekali mengejarnya. Namun demikian Kamarudzaman terus juga mengejar burung tersebut sehingga dia tidak sadar bahwa dia telah berpisah dengan isterinya dan pengawalnya. Lama-kelamaan sampailah ia pada suatu negeri, negeri Majusi; lalu dia beristirahat pada suatu kebun bu- ah-buahan kepunyaan salah seorang penduduk negeri itu yang bernama Kakek Kuli. Rupanya burung yang sedang dikejar Kamarudzaman juga telah hinggap pada suatu pohon buah-buahan yang ada di kebun itu, sehingga Kamarudzaman terpaksa menunggu di bawah pohon itu. Tidak berapa lama antaranya datanglah pemilik kebun itu. Kamarudzaman menegur sambil berkata, "Wahai Bapak, maafkanlah saya, karena saya telah memakan buah-buahan yang ada di kebun ini, saya adalah seorang pengembara." "Makan sajalah nak! Saya izinkan." jawab Kakek Kuli itu. "Kamu berasal dari mana?" tanya lagi. "Saya datang dari negeri jauh dan telah lama dalam pengembaraan," jawab Kamarudzaman. "Kalau demikian maukah kamu tinggal dirumah saya?" tanya kakek itu kepada Kamarudzaman. Lalu dibawalah Kamarudzaman kerumah Kakek Kuli itu dan tinggallah dia disana. Selama Kamarudzaman tinggal dirumah Kekek Kuli dia setiap hari pergi ke kebun untuk membantu menjaga kebun Kakek itu. Pada suatu hari datanglah seekor burung dan hinggap di pohon tempat burung yang dikejar-kejar oleh Kamarudzaman, lalu kedua burung itu berkelahi. Akibatnya jatuhlah bungkusan surat warisan Kamarudzaman. Kemudian diambilnya bungkusan itu lalu dibawanya pulang ke rumah Kakek Kuli. Dalam perjalanan di tengah hutan, Hayatun Nufus bangun dan dilihatnya Kamarudzaman tidak ada lagi, sehingga ia sangat kaget. Demikian juga pengawal-pengawalnya semuanya kaget. Lalu salah seorang di antara pengawal itu berseru, "Mengapa raja sangat berani memungut sembarang orang menjadi menantunya. Sampai hati dia melarikan diri dan meninggalkan putri di tengah-tengah hutan. Barangkali dia seorang penjahat." Mendengar ucapan yang demikian lalu Hayatun Nufus menjawab, "Janganlah berkata seperti itu kepada suami saya. Suami saya bukanlah penjahat. Seandainya saya terpaksa berpisah dengan dia itu adalah sudah kehendak dari Tuhan."Setelah mereka mengetahui bahwa suami Hayatun Nufus sudan melarikan diri maka sebahagian pengawal mengajak Hayatun Nufus untuk kembali ke kampung halaman. Tetapi Hayatun Nufus tidak mau pulang. Putri Hayatun Nufus berniat untuk mengembara ke mana saja. Demi keselamatan dalam perjalanan dia memakai baju suaminya sehingga seolah-olah Hayatun Nufus adalah seorang laki-laki. Dia meneruskan perjalanan dan pengembaraan seorang diri karena semua pengawal sudah kembali ke kampung halaman. Akhirnya sampailah Hayatun Nufus pada suatu negeri. Raja negeri itu adalah seorang putri. Adat kebiasaan negeri itu sangat menghargai dan memuliakan setiap tamu yang datang. Demikian juga kedatangan Hayatun Nufus sangat dimuliakan oleh raja beserta segenap penduduknya. Apa lagi mereka menganggap bahwa Hayatun Nufus adalah putra seoorang raja. Setelah Hayatun Nufus dijamu oleh raja lalu ia minta izin untuk melanjutkan perjalanan, tetapi raja tidak mengizinkannya. Raja minta kepada Hayatun Nufus untuk menginap diistananya beberapa malam. Permintaan raja akhirnya dikabulkan juga oleh Hayatun Nufus. Pada suatu malam raja minta kesediaan Hayatun Nufus untuk dikawinkan dengan putrinya. Permintaan raja tidak dapat dielakkan oleh Hayatun Nufus. Akhirnya dilangsungkanlah perkawinan antara Hayatun Nufus dengan putri raja itu, yang berarti perkawinan antara perempuan dengan perempuan. Agar rahasia tentang dirinya jangan sampai terbongkar maka pada malam pertama Hayatun Nufus berkata kepada isterinya, "untuk sementara waktu kita belum bisa bercampur, karena dahulu saya pernah bernazar tentang hal itu."

    Cerita tentang Hayatun Nufus sementara kita tinggalkan dan kita lanjutkan kembali cerita tentang Kamarudzaman di negeri Majusi. Pada suatu hari Kamarudzaman berkata kepada Kakek Kuli, "Kakek! Saya mohon agar kepada saya Kakek berikan buah Zaitun beberapa goni." "Boleh saja nak, jangankan berapa goni, berpuluh-puluh goni pun boleh anak ambil," jawab Kakek Kuli. "Mau dibawa kemana nak!" tanyanya lagi. "Mau saya kirim ke Aljazair dan ke Puspa Indra," jawab Kamarudzaman. Setelah itu dikirimlah buah Zaitun ke Aljazair sebanyak dua goni dan ke Puspa Indra sebanyak dua goni pula dengan sebuah kapal laut. Pada waktu kapal yang membawa Zaitun itu singgah di pelabuhan tempat Hayatun Nufus menetap, maka ketika itu Hayatun Nufus kebetulan sedang berada di pelabuhan bersama dengan salah seorang menteri kerajaan, lalu mereka pun naik ke atas kapal karena ingin melihat-lihat. Ketika mereka sedang berjalan-jalan di dalam kapal alangkah terkejutnya Hayatun Nufus pada saat melihat setumpukan barang dalam goni yang mau dikirimkan ke Aljazair dan ke Puspa Indra yang alamat si pengjrimnya adalah Kamarudzaman. Lalu Hayatun Nufus yang telah diangkat menjadi raja di negeri itu memerintahkan kepada Kapten kapal agar kapal tersebut jangan meneruskan dulu perjalanannya sebelum menemukan orang yang mengirim barang itu. Akhirnya dengan perasaan yang sangat kesal Kapten kapal itu memerintahkan anak kapal untuk menjemput si pengirim buah Zaitun itu. Dalam hatinya Kapten kapal itu berkata, "Gara-gara buah Zaitun sebanyak empat goni ini perjalanan kami menjadi terhalang. Buah Zaitun ini adalah kiriman anak Kakek Kuli bernama Kamarudzaman." Setelah anak kapal itu sampai ke rumah Kakek Kuli lalu dia bertanya, "Apakah Kamarudzaman ada di rumah?, Kurang ajar sekali anak itu." "Mengapa kamu marah-marah," tanya Kakek Kuli. "Gara-gara buah Zaitun yang dikirimkan oleh Kamarudzaman kami tidak dibolehkan meneruskan perjalanan. Kapal kami telah ditahan oleh raja di negeri Bergeram Indra, tempat kami singgah berlabuh," jawab anak kapal itu. "Kamarudzaman disuruh bawa ke sana," ujarnya lagi. "Mengapa raja itu menahan kiriman Kamarudzaman. Buah Zaitun itu kami petik dari kebun kami," tanya kakek itu lagi. "Tidak tahulah," jawabnya lagi. Setelah Kamarudzaman mohon izin kepada Kakek Kuli maka berangkatlah dia bersama dengan anak kapal itu. Sampai di negeri. Bergeram Indra, Kamarudzaman langsung dihadapkan kepada raja. Pada saat dia berhadapan dengan raja dia sangat kaget dan gugup karena wajah raja itu serupa dengan isterinya Hayatun Nufus yang telah ditinggalkannya. Melihat keadaannya yang demikian lalu raja bertanya, "Hai saudara! Mengapa kamu sangat gugup malah sampai-sampai menitikkan air mata, kamu berhadapan dengan saya. "Daulat Tuanku! Saya tidak takut dan tidak pula menangis. Hanya saya terkenang kepada isteri saya yang saya tinggalkan," jawab Kamarudzaman. Kemudian dia diberi makan dan minuman oleh raja. Sambil makan raja bertanya lagi, "Ceritakanlah mengapa kamu merasa sedih sekali."Maaf Tuanku bahwa wajah Tuanku persis sama dengan wajah isteri saya Hayatun Nufus," kata Kamarudzaman. "Mana mungkin saya seorang raja berwajah sama dengan isterimu," jawab raja.

    Setelah itu raja memerintahkan kepada menterinya agar Kamarudzaman

dibawa ke dalam kamarnya dan tidur sekamar dengan raja pada malam itu. Sebelum tidur raja menanyakan lagi pertanyaannya seperti tadi. Pertanyaan raja dijawab oleh Kamarudzaman seperti tadi juga. Lalu raja bertanya. "Apakah kamu dapat menandai tanda-tanda yang dimiliki oleh isterimu?" Setelah itu raja pun membuka topinya sambil menanyakan kepada Kamarudzaman, "Adakah seperti ini isterimu?" "Betul," jawabnya sambil kegirangan. "Sampai hati adik menyamar diri sejak tadi," ujarnya lagi. Lalu berpeluk-pelukan dan bertangis-tangisanlah mereka karena sangat terharu. Kemudian' Hayatun Nufus menceritakan kepada suaminya Kamarudzaman bahwa setelah dia menyamar sebagai seorang lakilaki maka dia telah dinikahkan dengan anak raja Bergeram Indra tempat dia tinggal sekarang. Lalu Kamarudzaman mengatakan bahwa masalah itu akan mereka selesaikan secara baik dan jujur. Kemudian Kamarudzaman menceritakan hal itu kepada Menteri kerajaan Bergeram Indra dan oleh menteri disampaikannya kepada baginda raja yang telah sempat jadi mertua Hayatun Nufus. Setelah itu dipanggilnya rakyat dan diumumkan bahwa suami putri sebenarnya adalah seorang perempuan juga yang bernama Hayatun Nufus. "Dia adalah isteri saya," kata Kamarudzaman. "Dia menyamar diri sebagai laki-laki agar terhindar dari gangguan dalam pengembaraan setelah secara kebetulan dalam perjalanan berpisah dengan saya," lanjutnya lagi. "Dengan kejadian yang demikian apakah raja merasa tersinggung," tanyanya. "Kalau raja merasa tersinggung dan marah maka sayalah pengganti Hayatun Nufus sebagai suami tuan putri," ujar Kamarudzaman lagi.

    Dengan peristiwa yang demikian raja pun dapat memahami- nya dan menyetujui mengawinkan anaknya menjadi isteri kedua Kamarudzaman. Setelah diadakan peresmian perkawinan maka raja menyerahkan dua buah istana, masing-masing untuk ditempati oleh Hayatun Nufus sebagai isteri pertama Kamarudzaman dan satu lagi ditempati oleh putri raja yang menjadi isteri kedua Kamarudzaman. Sedangkan Kamarudzaman telah diangkat pula sebagai raja di negeri Bergeram Indra dalam keadaan damai, senang, tentram.

Komentar

Jon mengatakan…
hahaha. lumayan lah. jjeut lah.
Anonim mengatakan…
Teurimong geunaséh

Popular

CERITA SI KUALI BESI | HiKAYAT ACEH

CERITA TUPAI MALIMDIWA | HiKAYAT ACEH

The Price of Freedom by Hasan Muhammad Tiro | Buku Aceh

Ilmu Ketuhanan by Aboebakar Atjeh | Buku Aceh

CERITA PEREMPUAN, SETANPUN JEMU | HiKAYAT ACEH

Sekapur Sirih

Hamzah Fansuri Penyair Sufi Aceh | Buku Aceh

CERITA LENANG MULUD | HiKAYAT ACEH