CERITA KOTAK AJAIB | HiKAYAT ACEH

Ada seorang janda yang miskin dan papa mempunyai dua orang anak yang masih kecil. Meskipun keduanya masih kecil, namun salah seorang memberanikan diri mohon izin kepada orang tuanya, agar mereka diperkenankan pergi meninggalkan kampung halamannya dengan tujuan untuk membuka peladangan. Karena mereka masih dianggap anak-anak oleh orang tuanya, tambahan lagi tidak memiliki alat yang lengkap, maka orang tuanya berkeberatan untuk mengabulkan permohonan anaknya.

Meskipun didesak agar diizinkan, namun belum juga mereka diperkenankan oleh orang tuanya itu. Setelah ketiga kalinya mereka bermohon, barulah ibunya memperkenankannya. Selama kedua anak itu tinggal bersama-sama dengan orang tuanya, keadaan mereka amat sederhana. Mereka hidup hanya dengan mendapatkan sisa beras dari orang lain. Mereka pergi tanpa perbekalan, kecuali mendapat sebuah kampak tumpul dari ibunya. Ibunya menyadari keadaan itu, tetapi anaknya berusaha memberi semangat bahwa dengan perlengkapan yang sederhana itu mereka kelak akan berhasil. Kedua anak itu lalu meninggalkan desanya, hanya dengan sedikit perbekalan. Setelah menempuh hutan belantara, akhirnya mereka tiba pada sebatang kayu yang amat besar. Mereka merasa amat letih, karena perjalanan yang jauh. Adik mengajak abangnya, agar bermalam saja pada daling 1) kayu yang besar itu. Abangnya menuruti saja ajakan itu, meskipun sebenarnya ia merasa amat takut, kalau-kalau kelak akan diserang oleh binatang buas di hutan itu. Dengan penuh pasrah kedua anak itu lalu tidur pada daling kayu yang besar itu. Keesokan harinya adiknya menceritakan mimpinya kepada abangnya. Dalam mimpi didapatnya pesan, agar mereka berdua tetap tinggal di tempat itu. Tuhan akan memberi mereka rezeki di tempat itu. Percaya kepada pesan mimpi itu, kedua bersaudara itu lalu berusaha menebang kayu yang besar tempat mereka berteduh dan tidur. Mereka terus menebang tanpa berhenti. Tiba-tiba terdengar seruan, akan tetapi tak dapat mereka kenal dari mana asal suara itu. Suara itu berkata: "Hai anak muda, berhentilah menebang kayu itu. Ini ada cerpa cerpa pepinte2) yang hendak kuberikan kepadamu." Anak muda itu menyahut: "Bagaimanakah sebaiknya kami bertutur sapa dengan anda, kalau kami tidak mengetahui diri anda. Kami akan bertutur sewajar bapak ataupun kakek. Bilamana kami ketahui diri anda." "Saya adalah seorang lelaki. Jadi terserah kepadamu, apakah engkau akan bertutur bapak ataupun kakek." Kemudian anak muda itu bertanya bagaimanakah caranya membuka cerpa itu. Ia diberi petunjuk, bagaimana membuka benda itu. Bukalah cerpa itu dan selagi ia terbuka kemukakanlah apa yang engkau inginkan. Kemudian tutuplah kembali. Mudah-mudahan engkau akan mendapatkan apa yang engkau hayati. Tatkala ia mencoba sendiri karena ingin membuktikan keanehan cerpa itu, tiba-tiba ia melihat makanan yang telah tersedia dihadapannya, sesuai dengan keinginannya. Karena demikian kenyataannya, maka iapun memutuskan untuk menunda penebangan kayu besar itu. Dengan mengucapkan terima kasih kepada suara yang tidak berjasad itu merekapun pulang kembali ke kampung halamannya. Tatkala mereka tiba di rumah, mereka mendapatkan ibunya sedang termenung melihat bunga yang sedang terapung dalam kedua sumur yang dibuat sebelum kedua anak itu berangkat. Layu dan segar yang terlihat pada kedua tangkai bunga itu, yang merupakan pertanda bahaya atau keselamatan yang mungkin menimpa kedua anak itu. Masing-masing tangkai adalah pertanda bagi salah satu mereka. Begitulah keyakinannya. Ibu itu menceritakan kepada anaknya apa yang sedang dilakukannya, ketika kedua anak itu tiba dirumah. "Mudah-mudahan kami selamat." kata anak muda itu kepada ibunya. Tiada berapa lama kemudian ibunya menanyakan usaha mereka dan apa sebab mereka segera pulang. Adiknya menjelaskan bahwa mereka tidak meneruskan usaha penebangan pohon itu dan selanjutnya menjelaskan tentang rezeki berupa cerpa yang mereka peroleh dari makhluk gaib yang tak berjasad. Ia menjelaskan kepada ibunya, apa yang telah dialaminya tentang cerpa aneh yang da-pat memenuhi segala permintaan pemiliknya itu. Pertama sekali ia ingin memanfaatkan keajaiban cerpa itu untuk membangun rumah tempat tinggal ibunya. Untuk tujuan itu pertama hendaklah terlebih dahulu dilaksanakan usaha merubuhkan rumah yang lama dan selanjutnya mempersiapkan landasan bagi rumah baru yang sedang direncanakan. Orang tuanya hanya terheran-heran saja mendengar ajakan anaknya itu. Menurut ibunya, semua itu adalah hal yang mustahil dan tidak terpikirkan. Meskipun demikian, ia mengikuti saja rencana yang dikemukakan oleh anaknya itu. Karena demikian rencananya, maka untuk beberapa malam lamanya mereka harus tidur dalam semak belukar, karena rumah mereka sedang dirubuhkan untuk diperbaharui. Pada suatu malam, tatkala semua orang sedang tidur nyenyak, Amat Banta, yaitu anaknya yang kedua, bangun dari tidurnya. Ia duduk pada bekas bangunan rumahnya. Ia sekarang mem bu ka cerpanya dan selagi masih terbuka ia bermohon: "Oh, cerpa , aku ini adalah seorang yang amat miskin tak ada bandingannya. Jadikanlah rumahku ini sebaik-baik rumah, buatlah ia dari batu keliling, atas dan bawah. Di situ tersedia tempat tidur, dan makanan dan segala- galanya." Sambil memejamkan matanya, kembali ia menutup cerpanya. Dalam sekejap mata, lengkaplah terjadi apa yang diidamkannya. Menjelang pagi, tatkala saudara dan ibunya bangun, amatlah terkejut mereka melihat kejadian itu. Ibunya heran dan bertanya siapakah gerangan pemilik rumah ini. "Ini rumah kita" kata Amat Banta. Perkakas-perkakas yang tak perlu atau tak dapat dipergunakan, kini sudah disingkirkan "Kita akan mendapatkan alat-alat perlengkapan yang lebih baik, Bu," katanya. Orang-orang disekitar daerah itu menjadi keheran-heranan melihat kejadian itu dan lebih heran lagi bagaimana cepatnya pekerjaan itu selesai. Sekarang mereka mengetahui, bahwa rumah itu adalah rumah Amat Banta yang dahulu lebih dikenal dengan nama si miskin. Orang-orang ingin memiliki rumah seperti itu juga.

Dengan keajaiban kotak wasiat, kini ia menjadi orang yang kaya raya di kampungnya. Setelah Amat Banta mencapai usia remaja, ia mohon agar ibunyabersedia melamar anak pamannya. Ada tujuh orang putri pamannya itu. Amat Banta berpesan, jika di antara mereka belumbersedia berumah tangga, maka yang bungsupun jadilah, jika benar ia bersedia. Sebelum ibunya berangkat terlebih dahulu diputuskan untuk siapakah kelak anak paman yang akan dipinang itu. Ternyata, abangnya menolak. Maka sekarang telah ada satu kepastian, bahwa yang akan dipinang itu adalah calon bagi isteri Amat Banta. "Bila dikenang masa lalu, sebenarnya aku segan untuk menyampaikan maksud ini. Aku ingat, tatkala aku minta beras kepada pamanmu, tetapi ia tidak memberikan aku sesuatu, meski segenggam sekalipun," kata ibunya. Amat Banta mendorongnya: "Pergilah, sekadar berbincang-bincang dengan anak paman. Pergilah berjalan-jalan ke sana, tentu ibu dapat mengetahui isi hati mereka. Dengan dorongan itu, ibunya berangkat menuju rumah adiknya dengan tujuan meminang anaknya. Ia disambut dengan segala keramah-tamahan oleh keluarga adiknya, yaitu paman dari Amat Banta, maka ia dihidangkan dengan segala hormatnya. Hal itu amat berbeda dengan keadaan sebelum ia mempunyai rumah yang besar dan bagus itu. Setelah selesai makan, maka dia menyampaikan maksud kedatangannya, tak lain untuk memenuhi kehendak anaknya, agar salah seorang anak adiknya dapat dipertemukan dengan anaknya yang bernama Amat Banta. "Pada dasarnya saya tak berkebaratan, asalkan saja Amat Banta dapat menyediakan rumah bagi mertuanya sama indahnya dengan rumahnya yang telah selesai dibangun itu. Jika ia dapat memenuhi permintaan itu, Amat Banta dapat memilih siapa saja yang disenanginya di antara mereka." Ibu Amat Banta tiada segera menyatakan kesanggupannya. Permintaan yang demikian itu sebaiknya disampaikan terlebih dahulu kepada Amat Banta sendiri. Karena segala pembicaraan telah selesai, maka ibu Amat Banta mohon diri untuk meninggalkan rumah adiknya kembali ke rumahnya sendiri. Tak lupa ia mohon diri juga kepada anak-anak adiknya yang juga membalas secara penuh kesopanan. Sesampainya di rumah dengan segera ia memanggil anakanaknya untuk menyampaikan hasil pembicaraannya. "Marilah anak-anak, aku hendak menyampaikan permintaan pamanmu. Pa dasarnya pamanmu dengan segala senang hati menerima lamaran kita, dengan syarat-syarat tertentu." Anaknya, Amat Banta, menjawab segera "Sanggup" dan mengharapkan ibunya, agar segera menyampaikan kesanggupannya itu kepada pamannya. Harap agar rumah yang lama, segera disingkirkan, bahan apa yang tak diperlukan harap disingkirkan juga. Ia mengharapkan agar pamannya segera memberi kabar jika pekerjaan pendahuluan itu telah selesai, agar usaha selanjutnya dapat dilaksanakan secepatnya. Pamannya segera menyampaikan kabar kepada Amat Banta. Setelah menyampaikan berita, iapun kembali pulang ke tempatnya. Menjelang malam yang sepi serta tenang pada saat orang sedang tidur nyenyak, Amat Banta tiba di tempat kediaman pamannya. Setelah dibukanya cerpa itu, iapun mengucapkan permohonannya, agar kiranya di tempat yang sama berdirilah sebuah rumah se indah rumahnya yang telah terbangun. Selesai mengucapkan permohonan itu, kembali ditutupnya cerpa itu serta dengan sekejap mata menjadi kenyataan apa yang diinginkannya. Ia segera pulang, tatkala segala sesuatu telah selesai. Menjelang pagi, setiap orang yang mempersaksikan kenyataan itu menjadi keheran-heranan. "Betapa semua ini dapat terjadi dan bagaimana Amat Banta si miskin - dapat berbuat demikian. Sungguh ajaib. Patutlah Amat Banta dijadikan raja di negeri ini." Begitulah setiap orang menyatakan kekagumannya. Karena syarat perkawinan telah dipenuhi, maka kini tibalah giliran pamannya untuk menentukan siapakah kiranya di antara ketujuh anaknya yang bersedia dipertemukan dengan Amat Banta. Ternyata telah enam orang anaknya yang menyatakan "tidak bersedia." Ayahnya kini kebingungan, karena khawatir tak akan dapat memenuhi pinangan Amat Banta. Khawatir akan celaan yang akan menimpa ayahnya, akhirnya anaknya yang bungsu menyatakan kerelaannya untuk dipertemukan dengan Amat Banta. Ia berkata: "Jika tidak ada diantara saudara-saudaraku yang bersedia, maka untuk menjaga agar orang tua kita tidak tercela, saya menyatakan kesediaan saya. Saya ingin dijodohkan dengan Amat Banta, bukan dengan abangnya. Kini persesuaian telah tercapai, maka pelaksanaan perkawinan akan dilangsungkan pada hari bulan empat belas. Seperti telah direncanakan, perkawinan berlangsung tanpa suatu halangan. Kenduri diadakan selengkapnya sesuai dengan kedudukan calon pengantin dalam masyarakat. Setelah selesai akad nikah, maka kini rombongan pengantar Amat Banta kembali ke kampungnya dan Amat Banta tinggal di tempat kediaman mertuanya. Setelah lima hari ia hidup bersama dengan keluarga isterinya, maka Amat Banta berkata kepada isterinya, bahwa ia ingin keluar sebentar berjalan-jalan ke kedai. Karena diketahui oleh mertuanya, maka melalui isterinya ia diberi sekadar uang untuk membeli sesuatu, jika ia memerlukannya. Amat Banta menerima pemberian itu. Setibanya Amat Banta di kedai itu, ia bertemu dengan seseorang yang sedang membawa seekor anjing. Anjing ini kurus bukan kepalang. Dalam keadaan berapus3);anjing yang malang itu hendak dibuang oleh si empunya ke dalam sungai. Amat Banta tertegun melihat kejadian itu. Ia mohon, agar anjing kurus itu dapat dimilikinya meskipun untuk itu ia harus memberikan sesuatu kepada siempunya. "Inilah sekadar uang pembeli rokok saudara berikanlah anjing itu kepada saya" kata Amat Banta. Si empunya anjing berkata merendah "Ah! Untuk apakah anjing sekurus yang tinggal tulang ini bagi anda, tetapi kalau anda memang memerlukannya silakan ambil" Kini anjing itu telah menjadi milik Amat Banta. Tatkala Amat Banta tiba di rumah, isterinya amat heran melihat keadaan itu. Kalau memang Amat Banta memerlukan seekor anjing, bukanlahdi rumah ini juga ada seekor anjing, "kata isterinya memang benar di sini ada anjing, tapi anjing itu1 bukanlah milikku. Aku harap bantuanmu agar engkau dapat memberinya makanan dengan baik, agar ia cepat sembuh, cepat gemuk," kata Amat Banta kepada isterinya. Tanpa banyak bicara, isterinya merawat anjing itu dengan baik. Kurungan dibuatnya agar anjing itu dapat segera pulih kembali.

Keesokan harinya Amat Banta berpesan yang sama kepada isterinya, tetapi kini ia membawa seekor kucing yang amat kurus. Ketika isterinya bertanya untuk apa gerangan binatang itu, Amat Banta menjawab: "Engkau tak tahu gunanya. Semua ini ada gunanya." Pada hari ketiga ia berjalan-jelan ke kedai, Amat Banta bertemu dengan seseorang yang membuang seekor tikus dari dalam perangkapnya. Melihat apa yang akan dikerjakan orang itu Amat Banta bertanya kalau-kalau ia dapat memperoleh tikus itu. "Kalau dapat tuan memberikannya kepada saya, inilah sekadar uang untuk pembeli rokok. Orang itu tidak berkeheranan memberikan tikus itu kepada Amat Banta. Ketiga jenis hewan itu kini berada dalam satu kurungan. Ketiganya berada dalam keadaan dam ai. Ketiganya diberi makan dalam satu wadah. Pada suatu pagi tatkala Amat Banta hendak. pergi ke meunasah4) melakukan sembahyang subuh, berlainan dengan hari-hari biasa, ia terlupa membawa cerpanya, sehingga pada pagi itu cerpanya tetap terletak di bawah bantal. Sewaktu ia berada di sungai, cerpa itu kini telah berada di tangan pembantu yang setiap hari bertugas membenahi kebersihan kamarnya. Setelah pembantu itu selesai dengan pekerjaannya, ia meneruskan pekerjaan kabahagian dapur. Terdorong oleh perasaan ingin tahu, apa gerangan yang terdapat dalam cerpa itu, ia lalu membukanya. Selagi cerpa itu terbuka terdengar suara yang mengatakan: "Hai anak muda, janganlah terlalu lama membiarkan aku dalam keadaan terbuka. Nyatakanlah apa yang kauinginkan." Mendengar suara itu, pembantu menyambutnya dengan ucapan: "Pindahkanlah rumah ke pusat laut," katanya. Maka dalam sekejap mata rumah tersebut beSerta dengan segenap isinya, termasuk pembantu serta isteri Amat Banta, kini berada di pusat laut. Sekembalinya Amat Banta dari sungai, seluruh bangunan rumah bersama dengan segenap isinya, kini telah lenyap dari pandangan. Amat Banta terkejut keheranan melihat apa gerangan yang telah terjadi. Karena tidak dapat menjelaskan apa yang telah terjadi, maka ia dituduh telah menganiaya isterinya "Jadi engkaulah yang telah membunuh anakku," tuduh mertuanya. Meskipun secara jujur Amat Banta menjawab, bahwa ia tidak mengetahui tentang apa yang telah terjadi, namun semua itu tak dapat meringankan tuduhan yang telah ditujukan kepadanya. Sekarang ia menyerah dan pasrah menerima segala hukuman yang akan dijatuhkan kepada dirinya. Sekarang ia dihukum oleh mertuanya dengan memasukkan Amat Banta kedalam suatu kurungan yang terletak. di bawah tanah. Di sanalah ia di penjarakan. Dengan takdir Tuhan, anjing peliharaannya mengetahui Amat Banta berada dalam kurungan. Anjing itu berusaha menemukan jalan, agar dapat bertemu dengan tuannya, dengan cara membuat Lalang jalan masuk, akhirnya anjing itu dapat bertemu dengan Amat Banta. Anjing itu bertanya apa sebab Amat Banta dipenjarakan. "Cerpa saya sekarang berada pada seseorang yang tidak saya ketahui. Itulah sebabnya maka saya dipenjarakan. Saya bermimpi bahwa rumah itu sudah dipindahkan oleh hamba sahaya ke pusat laut. Dapatkah kamu mengikutinya?" kata Amat Banta. "Baiklah, akan saya usahakan!" jawab anjing itu. Ketiga hewan bersahabat itu, yaitu anjing, kucing dan tikus membuat rencana agar dapat sampai ke pusat laut. Karena anjing merasa bahwa kedua temannya yang lain tidak mungkin ikut berenang ke pusat laut ia' mengusulkan, agar ia sendiri sajalah melaksanakan tugas itu. Keduanya mendesak agar dapat ikut, asal dalam perjalanan nanti anjing tidak berjauhan dengan mereka. Ketiganya lalu berenang ke pusat laut. Anjing melaporkan bahwa ia telah dapat mencium tempat rumah yang telah dipindahkan ke pusat laut. Ketiganya langsung tiba di rumah itu. Karena merasa pasti, bahwa inilah rumah yang dicari, kucing lalu langsung dapat masuk ke dalam rumah tanpa diketahui oleh hamba sahaya yang sedang berada dalam rumah itu. Tikuspun melaporkan, bahwa memang inilah rumah yang dipindahkan itu. "Saya telah raengelilingi seluruh pelosok rumah itu" kata tikus. Karena merasa pasti, bahwa rumah yang dicari itu telah diketahui tempatnya, ketiga binatang itu kini berangkat kembali pulang untuk memberitanukan kepada tuannya, Amat Banta. Dalam pertemuannya dengan Amat Banta, ketiga binatang itu mendapat perintah untuk menyaksikan apakah benar cerpa itu berada pada sahaya. Kamu harus berikhtiar bagaimana cara, agar kamu bertiga dapat memperoleh cerpa itu kembali. Agar dapat berhasil dengan baik, ketiga binatang itu terlebih dahulu menentukan tugas bagi masing-masing mereka. Anjing mendapat tugas membuat lobang jalan masuk ke dalam rumah dan ia tetap berada di luar rumah. Tikus mendapat tugas memeriksa bagian dalam rumah untuk menentukan tempat hamba sahaya berada atau tidur dan dimana cerpa itu berada. Tikus terlalu kecil untuk dapat merampas cerpa itu dari tangan hamba sahaya, karena itu tugas ini diserahkan kepada kucing untuk melaksanakannya. Kata Amat Banta kepada binatang itu: "Aku pasti akan mati. bilamana kamu bertiga tidak dapat memperoleh cerpa itu." Dengan pesan nu ketiga bersahabat itu kembali berusaha untuk mengetahui dimana cerpa disimpan oleh hamba sahaya dan selanjutnya berusaha membantunya kembali. Dengan tekad yang bulat, ketiga sahabat itu kembali berenang menuju rumah yang kini terletak di pusat laut. Maka dibuatlah rencana, agar dapat tiba di tempat tersebut pada malam hari. Anjing akan diberi petunjuk di mana tempat sebaik-baiknya untuk membuat jalan masuk. Ini akan diberitahukan oleh tikus, karena badannya yang kecil ia dapat mengadakan peninjauan sebebas-bebasnya ke seluruh rumah itu. "Kami menunggu perintah dari kamu" kata kucing kepada tikus. Karena merasa telah pasti, maka tikus lalu turun memberi laporan.

Ada beberapa hal yang dilaporkannya. Pertama, terlihat olehnya bahwa isteri Amat Banta bukan alang kepalang kurus keadaannya. Kedua hamba sahaya itu kini sedang tidur dan cerpa itu berada dimulutnya dalam keadaan tergigit. Anjing terus berusaha membuat lobang jalan masuk. Anjing harus membuat lobang sebesar badannya, jika ia juga harus masuk. Karena hanya baru sebesar lobang yang dibuat dan lagi pula karena merasa sayang kepada anjing yang bekerja cukup keras itu, kucing lalu mengemukakan pendapat, katanya: "Cukuplah sudah abang anjing. Buatlah lobang itu sebesar badanku saja, sekedar aku dapat masuk. Abang anjing tak usah masuk, agar jangan nanti orang dalam rumah ini terkejut." "Kamu benar" kata anjing pada kucing. Tambahnya lagi: "Kamu pergi kedalam dan aku menunggu diluar. Sementara keduanya menunggu tak berapa lama tikus memberi penjelasan bahwa hamba sahaya itu sedang tidur dan cerpa itu ada dalam mulutnya. Ini adalah pertanda bagi kucing untuk bertindak. Selesai mendengar penjelasan ini, kucing pun masuk sendirian, perlahan- lahan tanpa berisik. Tibalah ia dekat hamba sahaya yang sedang

tidur dan lagi cerpa tadi benar berada dalam keadaan tergigit. Kucing memandang dengan teliti untuk menentukan betapa jalan yang paling baik untuk dapat merampas cerpa itu. Maju, berhenti, meneliti lagi. Setelah ia yakin, bahwa keadaan paling baik telah ditemukannya, ia berhenti sebentar lagi, agar pasti bahwa sekaranglah kesempatannya maka dengan sekuat tenaga ia meloncat sambil menyambar dan terus memegang erat-erat cerpa itu. Dan kini cerpa itu telah berada di tangannya. Hamba sahaya terkejut dan dalam keadaan kebingungan ia menyapu-nyapu pipinya yang tercakar kucing. Sekarang cerpa telah berada di bawah kekuasaan ketiga sahabat ini. Selamat ditemukan kembali. Rencana kembali secepatnya harus segera diputuskan. Setelah berunding maka diputuskan bahwa anjinglah yang akan diserahi tugas pertama untuk membawa cerpa itu. Ia lebih besar dan lebih bijaksana. Akan tetapi anjing menolak dan dengan rendah hati ia mengatakan, bahwa ia tak dapat menahan diri bilamana melihat ini kelak terjadi, pastilah cerpa akan hilang sebab benda itu tentu akan terlepas dari mulut anjing. Tikus dengan sopan menolak, sebab merasa dirinya terlalu kecil untuk dapat berbuat demikian. Kucing bukannya menolak, akan tetapi mendesak agar anjing bersedia menerima tugas itu. "Abang anjing tak usah menggendong kami. Kita akan selamat sampai diseberang asalkan saja abang anjing dapat menanan diri, bilamana kelak bertemu dengan kotoran manusia. Anjing menerima tugas itu dan mempersilahkan tikus naik ke punggungnya. Sekarang mereka tengah berada ditengah perjalanan. Kucing sebenarnya merasa amat lapar, karena ia sendiri sajalah yang belum sempat makan seperti kedua teman lainnya. Hal ini disadari oleh kedua temannya itu. Oleh sebab itulah mereka tidak merasa heran bilamana pada satu saat anjing numelgap5) sepotong kotoran manusia yang sedang terapung di sampingnya. Tak dapat menahan dorongan rasa lapar, maka akhirnya cerpa terlepas dari gigitannya, dan jatuh ke dalam air dan cerpa itu kini telah berada di mulut seekor. ikan hiyu. Karena ketiganya telah sampai di tepi, mereka dapat menyaksikan tingkah laku ikan itu. Akan tetapi-anjing tak dapat menahan diri, tetapi terus saja menggonggong sekuat tenaga. Gonggongan anjing itu terdengar oleh penduduk di sekitar pantai. Suatu hal yang tak pernah terjadi pikir mereka. Karena itu mereka keluar bersama-sama menyaksikan keadaan itu. Sebab ikan hiyu makin mendekat ke tepi, maka mereka kini dapat menangkap nya. Tanpa menunggu lama, ikan hiyu segera menjadi korban dan terus dipotong-potong menjadi potongan kecil. Mereka heran melihat apa sebab anjing tak berhentinya menggonggong, meskipun telah diberi bermacam-macam bagian daging ikan hiyu. Ia selalu menoiaK. Mereka menjadi benam bah neran. Seorangpun tak tahu apa yang digonggongnya. Tatkala pemotongan telah tiba pada bagian perut, maka terpandang olehnya bahwa benar cerpa itulah yang dilihatnya, maka dengan segera ia menerkam cerpa itu serta membawanya. Tak seorangpun merasa pasti apakah gerangan benda yang disergap anjing itu. Akan tetapi pastilah bahwa kini cerpa itu berada pada anjing beserta dua temannya. Ketiga sahabat itu kini akan melanjutkan perjalanan mereka menuju tuannya. Karena pengalaman yang lalu, sekali lagi anjing diperingatkan oleh kucing, agar lebih waspada terhadap segala godaan, lebih-lebih terhadap godaan dari kotoran manusia. "Ya, aku akan lebih waspada sekarang" jawab anjing. Tanpa suatu halangan mereka kini telah tiba di tempat tuannya yang semenjak mana menunggu penuh harap cemas. Dengan memperhatikan keadaan sekeliling terlebih dahulu, mereka dengan amat waspada dapat menyampaikan cerpa itu kepada pemiliknya, Amat Banta. Setelah Amat Banta menerima cerpa itu, ia langsung berbicara menanyakan keadaannya kepada cerpa itu. Ia berkata: "Aku sekarang berada dalam sengsara. Aku telah tiga bulan lamanya dalam penjara dan aku sekarang bermaksud membukamu cerpa." Cerpa menyahut: "Hai anak muda, apa yang kau perlukan bicarakan segera. Jangan banyak membuang waktu," Setelah Amat Banta membuka cerpa itu, ia menyatakan keinginannya, katanya; "Rumahku yang terletak dipusat laut, haraplah kau kembalikan segera ketempat semula." Ia segera menutup cerpa itu. Dengan seketika, rumah itu berada kembali ditempatnya semula, kembali seperti sediakala. Alangkah terkejut mertuanya setelah melihat kembali rumah itu lengkap sebagaimana biasa. Demikian pula istrinya, anaknya be serta hamba sahaya telah berada ditempat semula. "Bagaimanakah semua ini dapat terjadi, anak istri berada kembali disini," katanya. Ia menyatakan penyesalannya karena telah menüduh Amat Banta berbuat salah, yaitu membunuh anak istrinya. Dengan perintahnya, maka rakyat menjemput kembali Amat Banta dari penjara. Setelah bertemu dengan menantunya, ia menanyakan semua kejadian yang ajaib ini. Amat Banta menyatakan pembelaannya, bahwa adalah tidak mungkin baginya melakukan peristiwa ini dan bukanlah pula ia yang bermaksud menghabiskan nyawa isterinya. Semua kejadian ini adalah karena adanya cerpa pepinte.

Apabila ia berada dalam sengsara, maka ini adalah karena jatuhnya cerpa pepinte ke tangan seseorang yang tiada bertanggung jawab mempergunakannya, yaitu hamba sahaya yang selama ini bertugas dalam rumah mereka. "Ia mendapatkannya, tatkala saya lupa membawanya serta" kata Amat Banta. Jika semua ini dapat terjadi sebagai semula,, maka ini adalah karena bantuan dari anjing, kucing dan ti-kus yang telah bersusah payah mendapatkan kembali. "Untuk membuktikan kebenaran kejadian itu baiklah ayahanda saksikan, apakah benar ada terdapat bekas cakar kucing pada pipi hamba sahaya itu," kata Amat Banta kepada mertuanya. Setelah diperiksa, maka benar ternyata didapati bekas cakar kucing pada pipi hamba sahayanya. Jika demikian engkau benar Amat Banta. Maka sebagai balasan yang setimpal hamba sahaya ini haruslah dihukum sebagaimana mestinya kata mertua Amat Banta. Mendengar ucapan itu hamba sahaya menyahut: "Saya melakukan semua itu bukan dengan sepengetahuan saya. Semua terjadi serba kebetulan, karena cerpa menyuruh saya untuk menyatakan keinginan saya. Maka saya menyatakan, agar rumah ini dipindahkan ke pusat laut. Saya percaya, bahwa hal itu akan terjadi."

Komentar

Popular

CERITA SI KUALI BESI | HiKAYAT ACEH

CERITA TUPAI MALIMDIWA | HiKAYAT ACEH

The Price of Freedom by Hasan Muhammad Tiro | Buku Aceh

Ilmu Ketuhanan by Aboebakar Atjeh | Buku Aceh

CERITA PEREMPUAN, SETANPUN JEMU | HiKAYAT ACEH

Sekapur Sirih

Hamzah Fansuri Penyair Sufi Aceh | Buku Aceh

CERITA LENANG MULUD | HiKAYAT ACEH