CERITA LENANG MULUD | HiKAYAT ACEH

    Dahulu kala adalah seorang raja beristeri tujuh orang. Lenang Mulud adalah anak isterinya yang termuda. Pada suatu ketika ada seseorang yang berkata kepada raja, bahwa isteri raja yang termuda itu kelak akan mendatangkan bencana miskin serta papa kepada raja. Supaya jangan terjadi demikian, raja seharusnya membuang isterinya itu. Raja percaya kepada anjuran orang itu. "Jika demikian berangkatlah. Persiapkan berasnya, bahwa apa yang dapat dibawa dan buatlah rumahnya dalam hutan supaya dia tidak dimakan harimau. Sebaiknya, semua hal ini jangan sampai diketahui orang lain," perintah raja. Maka berangkatlah para pengawal mengantarkan isteri raja itu kedalam hutan.

Setelah sekian lama berada dalam hutan, isteri raja itupun bersalin. Ia memberi nama Lenang Mulud kepada anak yang baru lahir itu. Meskipun merasa sedih, namun ia tetap tinggal di rumah itu. Pada suatu hari raja berburu ke daerah itu. Karena mendengarsuara batuk, anak itu bertanya kepada ibunya :

"Suara apa itu ibu," tanyanya.

"Suara manusia, nak," jawab ibunya.

"Bagaimana rupa orang itu."

"Seperti kita juga."

"Saya ingin melihat orang itu."

"Jangan dilihat nak!" Lama kelamaan rombongan pemburu itu, makin mendekat.

Demikianlah tatkala ia mendengar suara anjing, anak itu memo hon kepada ibunya, supaya diizinkan melihat anjing itu. Namun ibunya tetap tidak mengizinkan. "Jangan lihat nak. Nasib kita tidak serupa dengan nasib kebanyakan orang, malu kita melihat orang. Kita ini dibuang kedalam hutan." "Saya tidak merasa malu," jawab anak itu. Tanpa diketahui oleh ibunya, anak itu terus lari menuju ketempat pemburu itu. Ia sekarang berada di tengah rombongan pemburu yang sedang memotong seekor rusa. Tiba-tiba raja memandang kepada anak itu dan dalam seketika raja menjadi buta. Karena tiba-tiba raja menjadi buta, orang yang berada disitu bertanya apa sebab gerangan demikian. Anak itu lalu diikat kedua tangannya dan dilemparkan ke dalam sungai. Akan tetapi karena anak itu bertuah, ikatan tangan itu dapat lepas dengan sendirinya. Karena raja tak dapat melihat lagi, ia lalu diusung ke istana.

Setelah beberapa bulan berada kembali di kampung, mata raja belum juga sembuh, meskipun telah diobati dengan bermacam jenis obat-obatan sebagaimana dianjurkan oleh gurul). Pada suatu hari, diundanglah seorang ahli petengon2), yaitu seorarig ahli yang dapat meramaikan sesuatu yang dapat dipergunakan untuk obat mata raja itu. Menurut ahli ini, satu-satunya obat mata raja adalah bunga bangkawali, katanya. "Siapa yang dapat mengusahakannya," tanya raja. "Kami akan mencarinya," kata keenam anak raja itu. Bahan makanan pun selama perjalanan disiapkanlah rombongan menjelajahi hutan belantara dan akhirnya bertemu dengan tempat tinggal Lenang Mulud. Melihat rombongan itu, Lenang Mulud lalu bertanya:

"Hendak kemana bang," tanyanya.

"Kami hendak mencari bunga bangkawali untuk obat orang tua kami," jawab mereka. Lenang Mulud mohon izin kepada ibunya, agar diperkenankan mengikuti rombongan itu. Akan tetapi ibunya melarangnya, karena takut tinggal sendirian di rumah dan juga merasa khawatir kalau-kalau Lenang Mulud akan disiksa seperti yang telah pernah dialaminya. Akan tetapi keenam anak raja itu berjanji akan menjaga keselamatan Lenang Mulud. Maka berangkatlah ia bersamasama dengan rombongan anak raja itu. Namun mereka belum mengenai siapa-siapa sebenarnya orang-orang itu, demikian pula sebaliknya. Rombongan terus berjalan dan akhirnya tiba pada sebuah kampung tempat kedudukan seorang raja besar. Raja ini memiliki seorang anak puteri yang bernama Lela Kerani, pemilik serta penjaga bunga bangkawali. Mengetahui keadaan yang demikian, pencari bunga bangkawali itu lalu mencari akal bagaimana cara mendapatkan bunga itu.

"Bagaimana caranya dik," tanya mereka. "Ah rupanya kamu sekalianpenakut. Puteri itu kini sedang tidur, ajaklah tikus untuk mencuri kipas puteri itu," jawab Lenang Mulud tegas. "Bagaimana memanggil tikus?" Tidakkah kaulihat betapa banyak penjaga berdiri disitu," "Tanya anak raja itu bimbang. Lenang Mulud memanggil tikus untuk mencuri kipas puteri itu dengan perjanjian akan memberikan emas sebagai upahnya. Tikus itu berhasil mencuri kipas itu dan menyerahkannya kepada Lenang Mulud.

Lama setelah itu barulah puteri Lela Kerani bangun. Tatkala matanya terbuka, ia merasa kehilangan sapu tangan yang di pergunakannya untuk mengipas bunga bangkawali. Bagaimana mungkin hilang, sedang ia dijaga oleh pengawal yang bertugas menjaga puteri itu. Raja marah tak terkira bengisnya kepada pengawal itu. Mereka lalu berusaha mencari kipas itu. Dalam keadaan demikian riuh, Lenang Mulud dengan segala kekecilannya berada di tempat itu. Ia ditanyai oleh puteri:

"Adakah engkau lihat sapu tanganku?" "Bagaimana mungkin jatuh ketangan saya," jawab Lenang Mulud. Karena belum dapat juga, raja lalu menyuruh pengawal

mencari seseorang yang bernama Lenang Mulud. Pada suatu malam puteri itu bermimpi, bahwa barang siapa saja yang menemukan sapu tangannya, orang itu adalah calon suaminya yang bernama Lenang Mulud. Akhirnya orang yang bernama Lenang Mulud ditemukan oleh pengawal.

Setelah ia ditemukan oleh pengawal, lalu para pengawal mengabarkan kepada raja, bahwa Lenang Mulud telah ditemukan. Pengawal menyatakan kepadanya apa yang kelak akan terjadi terhadap dirinya. Akan tetapi dengan merendahkan diri ia menjawab, bahwa tak mungkin ia menjadi suami puteri itu 'Tak mungkin, aku ini orang miskin, puteri itu anak raja yang memiliki kekuasaan. Tak mungkin," katanya. Meskipun telah diberitahukan kepadanya, bahwa ia kelak akan menjadi suami puteri raja dan hal demikian tersebut dalam mimpi puteri itu, Lenang Mulud tetap menyatakan keberatannya. Dalam pada itu bunga bangkawali tak akan berkembang lagi, bilamana tidak dikipas dengan satm tangan yang diberikan oleh tikus kepada Lenang Mulud itu. Dengan berbagai cara bujukan, akhirnya Lenang bersedia menjadi suami puteri itu. Dalam hati kecilnya, sebenarnya ia bersedia, akan tetapi ia selalu merendahkan diri. Maka dirayakanlah perkawinan antara kedua makhluk itu selama tujuh hari tujuh malam. Keenam putera raja lainnya, tak diketahui lagi kemana perginya. Mereka tak berhasil menemukan bunga bangkawali.

Pada suatu hari Lenang Mulud menyatakan maksudnya kepada isterinya, katanya: "Lela Kerani, kedatanganku kemari adalah mencari obat mata orang tuaku yang telah buta. Menurut para guru, hanya bunga bangkawali yang dapat dijadikan obatnya. Air bunga itu dapat membuka matanya. Kalau kau tak bersedia pergi bersama denganku, tak mengapalah, asal saja aku dapat membawa bunga itu." "Kalau abang pergi, aku juga ikut," sahut puteri itu. "Apakah masih ada orang tuamu?" tanya puteri. "Ada, dan teman saya kemarin itu adalah abangku, tetapi mereka tak mengetahui, bahwa aku adiknya," jawab Lenang. Lenang lalu mohon izin berangkat kepada mertuanya. Izin itu diberikannya dengan segala senang hati "Jika demikian janganlah engkau pergi sendirian. Bawalah serta isterimu juga. Bagaimana engkau memandang orangtuamu, demikian jugalah hendaknya memandang aku," kata raja. "Akan tetapi bagai mana tentang bunga bangkawali yang tak mau lagi berkembang, sebab tidak dikipas," kata puteri itu. Lenang menyahut, bahwa kipas itu ada padanya," cobalah dulu, boleh jadi dapat dipergunakan untuk mengipasnya," jawab Lenang, setelah dicoba ternyata bunga itu lalu kembang, sebagaimana biasa. Merasa senang melihat bunga yang demikian, mereka lalu berangkat ke tempat orang tua Lenang dengan membawa serta bunga bangkawali. Dalam perjalanan mereka bertemu dengan saudara Lenang Mulud yang gagal mendapatkan bunga itu. Lenang memberitahukan kepada mereka tentang bunga yang telah diperolehnya itu.

".Siapa perempuan ini?" tanya mereka. Dengan tidak menyebutkan, bahwa perempuan itu isterinya sendiri. Lenang menjawab:

"Dia juga ikut. Boleh jadi mata ayahanda akan sembuh, bila ia yang akan meneteskan obatnya." "Baiklah kalau begitu," jawab mereka, sambil meneruskan perjalanan. Setibanya di rumah, mereka lalu mendekati raja yang sedang

terbaring itu. Mata raja lalu terbuka setelah ditetesi dengan air bunga bangkawali. Raja lalu merangkul Lenang Mulud dan berjanji akan mengangkat Lenang sebagai anaknya. Akan tetapi Lenang tenang saja melihat keadaan itu.

Karena raja telah sembuh, Lenang lalu mohon kepada raja, agar raja sudi menceritakan suatu riwayat apa saja yang disenanginya. Raja sangat setuju atas usul Lenang, akan tetapi raja terlebih dahulu mempersilakannya untuk bercerita. "Baiklah tengku saja dahulu," kata raja kepada Lenang. Lenang lalu memulai ceritanya, katanya: "Orang tua saya adalah seorang raja besar dan ibu saya tujuh orang. Saya adalah anak ibu yang bungsu. Menurut akhli nujum, ibu saya haruslah dibuang kedalam hutan. Jika tidak maka ia akan mendatangkan bencana kepada raja. Ia adalah pahisi) bagi raja. Percaya kepada pendapat akhli nujum itu, raja lalu memerintahkan pengawalnya untuk meiepaskan ibu saya ke dalam hutan belantara," kata Lenang. Raja tak henti-hentinya mengia-kan dan mengangguk-angguk kepalanya, ketika mendengar Cerita itu Lenang lalu meneruskan ceritanya, katanya: "Dalam hutan itu, ibu melahirkan seorang bayi.

Pada suatu ketika datanglah serombongan pemburu bersama dengan raja ke dalam hutan itu. Karena belum pernah melihat manusia dan anjing, saya lalu pergi menemui rombongan yang sedang memotong seekor rusa. Seketika saya memandang kepada raja, matanya tiba-tiba menjadi buta. Mereka menganggap saya sebagai penyebab kebutaan mata raja itu. Saya diikat lalu dibuang kedalam sungai. Karena belum mati, akhirnya saya dapat kembali ketempat ibu saya. Lama sesudah itu, datang serombongan enam orang pemburu yang hendak mencari bunga bangkawali untuk obat sakit mata raja " Lenang mengakhiri ceritanya sampai pada saat ia kawin dengan puteri raja yang bernama Lela Kerani. Terakhir ia menyimpulkan: "Inilah aku Lenang Mulud," katanya.

Dengan kata-kata terakhir itu, raja lalu menangis karena sedih dan terharu sambil berkata: "Jika demikian engkau adalah anakku," Sekarang raja baru mengerti, bahwa Lenanglah anak yang bertuah. Dengan peristiwa itu, Lenang lalu ditetapkan sebagai pengganti raja. Ia kemudian meniemput ibunya dalam hutan, dan selanjutnya hidup dalam istana raja beserta anaknya.

Komentar

Anonim mengatakan…
bagus bro makasih

Popular

CERITA SI KUALI BESI | HiKAYAT ACEH

CERITA TUPAI MALIMDIWA | HiKAYAT ACEH

The Price of Freedom by Hasan Muhammad Tiro | Buku Aceh

Ilmu Ketuhanan by Aboebakar Atjeh | Buku Aceh

CERITA PEREMPUAN, SETANPUN JEMU | HiKAYAT ACEH

Sekapur Sirih

Hamzah Fansuri Penyair Sufi Aceh | Buku Aceh